Sekolah dan Orang tua Bersinergi Membangun Gen Alpha “Utuh”, menjadi tema utama pembekalan orang tua wali murid SDK St. Aloysius Surabaya, Sabtu, 25 Oktober 2025. Dihadiri para orang tua wali murid, pembekalan pola asuh anak ini dibawakan oleh Gita Ananda, S.Psi., Pengajar di SMAK St. Louis 1 Surabaya.
“Parenting ini diharapkan dapat membekali orang tua wali murid, agar bersama-sama sekolah bersinergi mendampingi pendidikan anak-anak di SDK St. Aloysius,” kata Waluyanto Nugroho, Kepala SDK St. Aloysius Surabaya.
Anak-anak yang saat ini bersekolah di SDK St. Aloysius Surabaya merupakan generasi yang hidup pada era perkembangan teknologi, yang sering disebut generasi Alpha atau lahir setelah tahun 2010. Menurut Gita Ananda, ciri-ciri anak-anak yang terlahir sebagai generasi Alpha, antara lain digital native sejati, atau paling melek teknologi.
“Secara umum, mereka merupakan golongan anak-anak yang mampu beradaptasi dengan cepat dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada di sekelilingnya,” ujar Gita.

Sebagai pengguna teknologi, dalam hal ini gadget atau telepon genggam, anak-anak generasi Alpha sangat tergantung pada perangkat teknologi mereka, baik untuk membantu dalam hal belajar, maupun sebagai perangkat hiburan yang menyediakan berbagai fasilitas bermain. Kondisi yang tidak dapat dihindari ini seringkali membuat anak-anak memiliki waktu layar yang tinggi di rumah, sehingga orang tua seringkali sulit dalam penanganannya.
“Di sinilah permasalahan yang sering muncul, dan seperti yang ditulis bapak ibu orang tua, situasi ini menyebabkan orang tua khawatir, marah, dan cemas,” lanjut Gita.
Selain itu, ciri-ciri anak generasi Alpha adalah memiliki kreativitas dalam menyelesaikan masalahnya sendiri, bersifat terbuka dan cenderung mandiri, namun rentan terhadap masalah emosi dan sosial.
Secara khusus, ancaman ketergantungan gadget akibat screen time (waktu layar) yang dominan, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, baik dalam hal akademik di sekolah, sifat dan karakter, maupun kepribadian anak. Sinergi antara orang tua dan sekolah perlu dilakukan agar permasalahan yang dihadapi dapat segera ditangani.
Gita Ananda mengusulkan adanya kesamaan langkah antara sekolah dengan orang tua di rumah, dalam hal pendidikan dan pendampingan anak. Selama ini, di sekolah telah berlaku peraturan dan pembiasaan yang positif dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak. Melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan di sekolah, diharapkan orang tua turut melanjutkan hal positif itu di rumah. Namun, bila pembiasaan baik yang dilakukan di sekolah tidak dilanjutkan di rumah, maka akan sulit membentuk atau memperbaiki pola asuh anak yang menentukan karakter dan kepribadiannya.
“Misalnya waktu berdoa bersama, disiplin waktu saat masuk dan belajar di sekolah, maka hal yang sama perlu dilakukan juga di rumah,” kata Gita.

Dalam hal parenting, Gita menyebut ada 4 tipe pola asuh anak. Pertama adalah Authoritarian atau otoriter, yang menerapkan aturan yang kaku dan menuntut pada anak, sehingga orang tua kurang responsif terhadap kebutuhan emosional anak, orang tua sering sebagai pihak yang paling benar. Kedua adalah Otoritatif, yang menyeimbangkan aturan yang jelas dengan dukungan emosional, dimana orangtua memiliki kompromi atau kesepakatan dengan mau mendengarkan anak.
Ketiga adalah Permisif, dimana orang tua tidak banyak menetapkan aturan dan berperan lebih sebagai teman daripada panutan, memberi kebebasan atau membolehkan melakukan sesuatu tanpa kontrol dan tidak menuntut. Sedangkan yang keempat adalah Uninvolved atau tidak terlibat, dimana orang tua tidak banyak terlibat dalam kehidupan anak, baik dari segi tuntutan maupun respon, sehingga cenderung mengabaikan aturan, disiplin, dan kedekatan emosional.
Maka, tipe otoritatif menjadi pilihan yang paling ideal karena munculnya kesepakatan antara orang tua dan anak, untuk menghadirkan titik temu yang menjadi wujud penghargaan antara kedua belah pihak. Dalam hal ini, kata Gita, orangtua harus memberikan contoh teladan yang baik agar dapat diikuti oleh anak.
“Jangan hanya menjadikan anak taat aturan, tapi juga memahami mengapa mereka harus melakukan itu. Orang tua harus memberi contoh, orang tua turut melakukan kesepakatan,” imbuhnya.
Gita menegaskan, pemanfaatan teknologi tentu baik untuk menunjang tumbuh kembang anak terutama di bidang pendidikan. Namun, perlu ada batasan-batasan, atau kesepakatan yang dibuat bersama antara orang tua dan anak, agar tidak terjadi masalah-masalah lain yang dapat merusak tumbuh kembang anak.
“Orang tua tempat pertama atau primer bagi anak untuk belajar, baru kemudian peran sekolah mendidik dan mendampingi,” tandasnya. (Petrus Riski)

